'Obat kuat'. Demikian Kasuarina @ Suar menggelarkan Catatan Juang - sebuah buku bersampul merah yang lusuh, yang ditemui ketika dia berada dia sebuah mobil angkutan umum.
Kasuarina, nama indah yang bererti pohon cemara - tinggi, kukuh, tidak bercabang - yang dirasakan sangat ironi dengan dirinya yang lemah dan kehilangan daya, mula menjadikan Catatan Juang sebagai 'kitab' hidupnya dalam meneruskan perjalanan nasib apabila putus asa, tidak dapat mencari pemilik buku merah ini.
Ketika mendapat buku ini, saya kepalang gembira kerana menunggunya sampai ke tangan juga memakan masa hampir sebulan - menunggu Anis Azam a.k.a Gadis Buku yang ke Jakarta. Anis yang saya percaya sebagai pembekal buku Indonesia terbaik, lantas saya sabarkan sahaja hati.
Ketidaksabaran ini berbaloi juga. Sebetulnya jangkaan saya tidaklah tinggi kerana memahami Catatan Juang antara buku awal tulisan Fiersa Besari - susuk yang baru saya kenali melalui karya-karyanya lewat video-video kreatifnya di YouTube. Saya pernah menulis tentang Youtube Fiersa sebelum ini.
Catatan Juang bermula dengan gambaran Suar yang kehilangan semangat, menggeluti kehidupan dengan sisa perasaan yang mula bosan dengan takdir dirinya - yang memilih pekerjaan kerana terpaksa dan juga kecewa dalam cinta.
Suar menemui buku merah Catatan Juang lantas menyimpannya kerana tidak menemukan sebarang maklumat pemiliknya. Berharap dapat menemukan sesuatu yang membolehkan dia memulangkan buku merah itu kepada pemiliknya, Suar mula membaca catatan pertama; Teruntuk Ibu (di mana segalanya berawal) dan hatinya tersentak, mengingat keluarganya yang sudah jarang dihubungi. Suar seterusnya menjadikan Catatan Juang sebagai bacaan yang mengghairahkan dirinya untuk terus membaca dan membaca seterusnya membuatkan dia lebih berani menantang cabaran dan keluar daripada kebiasaan dirinya.
Buku merah ini saya tafsirkan sebagai sebuah buku motivasi yang berbentuk kreatif. Jika buku motivasi (self-help) biasanya dipenuhi dengan petua, tip dan bagaimana mengenali diri, maka Catatan Juang juga begitu. Cumanya, catatan Astrajingga, pemilik buku merah ini ditulis berdasarkan pengalaman peribadinya sendiri maka ia begitu terkesan kepada Suar.
“Kakimu Bukan Akar, Melangkahlah. "Orang-orang seperti kita, tidak pantas mati di tempat tidur," ucap Soe Hok Gie suatu ketika.”
“Sayangnya, banyak orang mengeluh saat diminta tolong menjadi A, karena merasa job desc-nya hanya B. Padahal, bukankah saat kita dipercaya melakukan sesuatu lebih dari satu pekerjaan, itu tandanya kita dianggap mampu? Bukankah itu menjadi nilai plus untuk diri kita sendiri? Siapa tahu, nilai plus ini memberi kita jenjang karier yang lebih cemerlang.”
Melihat dunia akhir-akhir ini membuatku rasa terpukul. Aku merasa kehilangan harapan terhadap rasa kemanusiaan. Perang dan kebencian ada di mana-mana, diperparah oleh hadirnya Internet. Semua orang - baik yang cukup ilmu maupun yang kurang berwawasan - dapat mengakses kata-kata provokatif dan tindakan keji dengan mudahnya. Sedihnya, bukan menanggapi dengan akal waras dan rasa welas asih, orang-orang malah menambah kebencian. Kita saling bertikai, baik di dunia maya, maupun dunia nyata. Kebencian yang menjadi viral, apa yang lebih berbahaya dari itu?
Jadinya, membaca buku ini seolah-olah kita belajar tentang hidup melalui watak Astrajingga (catatannya) dan juga Kasuarina yang berani mendepani takdir dan mencorakkan hidup dengan pemikiran lebih matang.
Asyiknya, membaca novel ini setelah menonton hampir kesemua video Fiersa di YouTube, terasa catatan itu menjelma sebagai suara Fiersa sendiri. :)
Makanya terasa lebih dekat, lebih akrab dan lebih memahami setiap catatannya, dan perasaan Suar yang menerimanya.
Makanya terasa lebih dekat, lebih akrab dan lebih memahami setiap catatannya, dan perasaan Suar yang menerimanya.
Insya-Allah akan membaca buku-bukunya yang lain selepas ini. Semoga terus sukses Bung Fiersa!
No comments:
Post a Comment